1. Pengunjungan di museum BALAPUTRADEWA
Museum Bala
Putra Dewa Museum ini dibangun pada tahun 1877 dengan
arsitektur tradisional Palembang di atas area seluas 23.565 meter persegi dan
diresmikan pada tanggal 5 November 1984. Pada mulanya museum ini bernama Museum
Negeri Propinsi Sumatera Selatan, selanjutnya berdasarkan SK Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan Nomor 1223/1999 tanggal 4 April 1990. Museum ini diberi nama
Museum Negeri Propinsi Sumatera Selatan “Bala Putra Dewa”. Nama Bala Putra
berasal dari nama seorang raja Sriwijaya yang memerintah pada abad
VIII-IX yang mencapai kerajaan maritime. Di museum ini terdapat koleksi yang
menggambarkan corak ragam kebudayaan dan alam Sumatera Selatan. Lokasinya
terdiri berbagai benda histrografi, etnografi, feologi, keramik, teknologi
modern, seni rupa, flora dan fauna serta geologi. Selain terdapat rumah limas
dan Rumah Ulu Ali, kita dapat mengunjunginya dengan menggunakan kendaraan umum
trayek km 12. KOLEKSI Museum ini mempunyai sepuluh jenis koleksi, yaitu koleksi
geologi, biologi, etnografi, arkeologi, sejarah, numismatik, filologi, keramik,
senirupa, dan teknologi modern.
2. Sejarah
pulau kemaro
Pulau Kemaro terletak di daerah Sumatera
Selatan, tepatnya di tengah sungai Musi yang membelah kota Palembang. Kemaro
sendiri merupakan bahasa Palembang, yang berarti kemarau. Menurut masyarakat
Palembang, dinamakan pulau Kemaro karena pulau ini tidak pernah digenangi air.
Walaupun volume air di sungai Musi meningkat, Pulau Kemaro tetap saja kering.
Karena keunikan inilah, masyarakat sekitarnya menjulukinya sebagai Pulau
Kemaro. Pulau Kemaro terletak di sebuah delta yang berada di tengah-tengah
sungai Musi, sekitar 5 km arah hulu. Di dalam pulau ini terdapat sebuah makam
yang diyakini sebagai makan dari Putri Sriwijaya Siti Fatimah yang menceburkan
diri ke Sungai Musi. Menurut cerita, pada zaman dahulu seorang putri dari raja
Sriwijaya bernama Siti Fatimah dilamar oleh putra raja dari negeri Tiongkok
bernama Tan Bun Ann. Raja Sriwijaya ini mengajukan persyaratan yang harus
dipenuhi oleh Tan Bun Ann. Persyaratannya adalah Tan Bun Ann harus menyediakan
9 guci berisi emas. Keluarga Tan Bun Ann pun menerima syarat yang diajukan itu.
Untuk menghindari bajak laut, emas yang berada di dalam guci-guci itu dilapisi
sayur-mayur oleh keluarga tanpa sepengetahuan Tan Bun Ann. Pada suatu hari
rombongan Tan Bun Ann tiba dari Tiongkok dengan 9 guci emas yang telah
dijanjikan. Namun, setelah diminta menunjukkan isi gucinya oleh raja Sriwijaya,
Tan Bun Ann terkejut karena melihat sayur mayur di dalam 9 guci yang dibawanya.
Karena kaget dan marah, tanpa memeriksa terlebih dahulu, Tan Bun Ann langsung
melemparkan guci-guci tersebut ke dalam Sungai Musi. Tetapi pada guci yang
terakhir, terhempas pada dinding kapal dan pecah berantakan, sehingga
terlihatlah kepingan emas yang berada di dalamnya. Rasa penyesalan yang membuat
Tan Bun Ann mengambil keputusan tak terduga, ia menceburkan diri ke dalam
Sungai Musi. Melihat kejadian tersebut, Siti Fatimah ikut menceburkan diri ke
sungai, sambil berkata, “Bila suatu saat ada tanah yang tumbuh di tepi sungai
ini, maka di situlah kuburan saya.” Dan ternyata benar, tiba-tiba dari bawah
sungai timbul gundukan tanah yang akhirnya sekarang menjadi pulau Kemaro ini.
Apabila kita berkunjung ke pulau Kemaro, akan didapati tiga buah gundukan tanah
yang menyerupai batu karang, dimana setiap gundukan diberi semacam atap dari
kayu dan diberi batu nisan dengan tulisan Tiongkok yang didominasi warna merah.
Menurut cerita, gundukan tanah yang di tengah adalah makam sang putri.
Sedangkan dua gundukan tanah yang ada di sebelanya merupakan makam ajudan dari
pangeran Tiongkok dan dayang kepercayaan sang putri. Hingga kini makam-makam
tersebut masih terawat baik sebagai legenda pulau Kemaro. Pulau ini akan ramai
di datangi oleh para pengunjung etnis cina baik dari dalam maupun luar negeri
seperti Malaysia, Singapura, Thailand, Cina dan beberapa negara lainnya
terutama pada saat Cap Go Me (15 hari setelah Imlek) , dan di sana ada sebuah
pohon langka yang di sebut pohon cinta dimana apa bila pasangan muda-mudi yg
berpacaran apabila mengukir nama mereka konon cinta mereka akan berlanjut ke
pelaminan.
3. SEJARAH
BUKIT SIGUNTANG
Di sebuah
bukit setinggi sekitar 27 meter di atas permukaan laut Anda akan mendapat
penggalan sejarah Kerajaan Nusantara dengan bonus pesona indah Kota Palembang.
Situs Peninggalan Sejarah Taman Bukit Siguntang memiliki luas sekitar 6 hektar
berlokasi di Bukit Siguntang, sekitar 4 km arah Barat kota Palembang, tepatnya
kawasan perbukitan di Kelurahan Bukit Lama, Kecamatan Ilir Barat I, Palembang,
Sumatera Selatan. Taman Bukit Siguntang menyimpan sejarah zaman Kerajaan
Sriwijaya, pemerintahan perwakilan Majapahit dan Kesultanan Palembang Darussalam.
Hingga kini bukit itu masih dikeramatkan dan diziarahi banyak pengunjung dan
wisatawan asing. Kemasyhuran kawasan ini menyebar hingga ke seluruh Sumatera,
Malaysia dan Singapura. Hal tersebut terkait cikal bakal pertumbuhan Kerajaan
Melayu dan Palembang juga tempat dimakamkannya beberapa tokoh penting dari masa
lalu. Bukit Siguntang pula merupakan tempat suci penganut Buddha. Di sini
dulunya pernah bermukim sekitar 1.000 pendeta Buddha yang menunjukan tempat
tersebut menjadi pusat keagamaan. Sejumlah peninggalan sejarah dapat Anda
temukan di kaki bukitnya. Ada arca Buhda Amarawati dan prasasti Bukit Seguntang
yang menjadi bukti penting keberadaan Kerajaan Sriwijaya yang berkembang sampai
abad ke-14. Taman Bukit Siguntang setiap tahun menjadi lokasi untuk rangkaian
kegiatan dan ritual Waisak dan dihadiri ribuan umat Buddha. Tempat ini
merupakan kawasan wisata religius umat Buddha karena dulunya pernah menjadi
pusat studi keagamaan Buddha. Bukit Seguntang pernah menjadi pusat Kerajaan
Palembang yang dipimpin Parameswara, yaitu seorang adipati yang berada di bawah
Kerajaan Majapahit. Tahun 1511, Parameswara memisahkan diri dari Majapahit
kemudian merantau ke Malaka dan menikah dengan putri penguasa Malaka.
Berikutnya Parameswara menjadi penguasa di Malaka dan menurunkan raja-raja
Melayu di Malaysia dan Sumatera. Bahkan, Utusan Kerajaan Malaysia setiap tahun
ditugaskan untuk mendoakan arwah Radja Sigentar Alam. Tokoh tersebut dikenal
juga dengan nama Datuk Iskandar Zulkarnain Syah Alam yaitu adik dari Prameswara
atau Datuk Iskandar Syah Alam yang di makamkan di Johor Bahru. Siguntang dahulu
merupakan tempat pertemuan orang-orang untuk membicaraan masalah agama dan
falsafah hidup sekaligus menunjukan cerminan kerukunan umat beragama saat itu.
0 komentar:
Posting Komentar